PERAN
PUSTAKAWAN
Dengan peraturan perundang-undangan
bisa dikatakan seharusnya perpustakaan bukan lagi tempat atau lembaga pelengkap
penderita, atau sekedar sarana pendukung tetapi adalah lembaga yang layak
dikembangkan secara mandiri. Sebagai lembaga profesional dan mandiri layak
dikelola atau diurus pegawai yang professional yaitu “pustakawan”. Sebagaimana
dikehendaki dalam UU Perpustakaan bahwa “Pustakawan adalah seseorang yang memiliki
kompetensi yang memenuhi standard tenaga perpustakaan”.
Sebagaimana dikehendaki dalam
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
No. 132/KEP/ M.PAN/12/2002 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan
Angka Kreditnya, persyaratan untuk dapat diangkat dalam jabatan pustakawan
tingkat terampil adalah berijazah serendah-rendahnya Diploma II, untuk
pustakawan tingkat ahli berijazah Sarjana
(S1) Perpustakaan Dokumentasi dan Informasi. Bagi Diploma II atau
Sarjana (S1) bidang lain, harus mengikuti pelatihan kepustakawanan dengan
kualifikasi yang ditentukan Perpustakaan Nasional RI. Untuk saat ini disebut Calon
Pustakawan Tingkat Terampil (CPTT) dan Calon Pustakawan Tingkat Ahli (CPTA). Bagi
Pustakawan Terampil yang telah memperoleh ijazah Sarjana (S1) bidang lain
diwajibkan mengikuti diklat CPTA alih jalur, tatkala ia akan meniti karier ke jenjang
pustakawan ahli.
Artinya pustakawan bukanlah pegawai
yang malas, pegawai buangan, atau pegawai yang tidak terpakai akan tetapi
adalah pegawai yang mampu menggerakkan dan jadi motor penggerak guna membangun
dan mengembangkan perpustakaan, sehingga layak diperlukann kualifikasi
akademik, kompetensi dan pada saatnya nanti di sertifikasi. Lebih utama lagi
adalah bagaimana mengelola buku dengan baik yang diperuntukkan bagi
pemustakanya. Oleh karena keberadaan Pustakawan diharapkan lebih rasional dan proporsional
dalam kerangka mendukung tugas pokok dan fungsi dari lembaga yang menauinginya
(bukan sebagai pelengkap penderita).
Pustakawan dengan melihat posisi
strategis 3 pilar utama, yaitu koleksi, pustakawan dan pemakai maka dapat
dikatakan pustakawan adalah penyangga pilar utama. Artinya bagaimana pustakawan
dapat mengelola 2 pilar utama yang lain baik koleksi dan pemakainya dengan
baik. Dengan mencermati potensi dan peran pustakawan yang begitu besar dan
banyak nampaknya pustakawan layak sebagai tokoh sentral, sehingga tidak keliru
pemahaman tentang pustakawan sebagaimana dikehendaki dalam UU Perpustakaan,
bahwa “Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh
melalui pendidikan dan/ atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan
tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan”.
Dari pemahaman tersebut berarti
seorang pustakawan setidaknya memiliki kualifikasi akademik, kompetensi dan
pada akhirnya memenuhi persyaratan untuk disertifikasi, memenuhi standard
nasional perpustakaan bahkan berkemampuan untuk mengelolla 3 pilar utama
perpustakaan dengan baik, yaitu :
1. Koleksi, koleksi bahan perpustakaan terdiri atas subyek
fiksi dan non fiksi. Bisa berbentuk buku dan non buku, monograf dan serial.
Dalam ujud proses bisa berbentuk tercetak (printed), terekam (recorded)
dan terpasang (online). Pemenuhan syarat koleksi,
untuk jumlah (kuantitas) perbandingannya disesuaikan dengan jumlah pemakai.
Untuk mutu (kuantitas hendaklah disesuaikan dengan kebutuhan dan mutakhir
(baru). Sistem
pengadaan jaman dulu biasanya bersifat kalau-kalau (just in case), bandingkan
dengan system kini yaitu ada bila dibutuhkan (just in time).
Lebih lanjut dalam UU Perpustakaan khususnya
Pasal 12 ayat (1) Koleksi perpustakaan diseleksi, diolah, disimpan, dilayankan
dan dikembangkan sesuai dengan kepentingan pemustaka dengan memperhatikan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Untuk standard koleksi perpustakaan :
a.
Tidak
satupun dan tidak mungkin perpustakaan memiliki koleksi bahan perpustakaan yang lengkap.
b.
Ukuran
perpustakaan bukan lagi berdasarkan “kepemilikan” (ownership) tetapi lebih
kepada peluang “Akses” (access).
c.
Pengadaan
“kapan saja harus ada” (just in time), bukan “kalau-kalau (just
in case)”. Bukan “penjaga buku” (the books custodian), tetapi
“pengawal ilmu pengetahuan” (the guardian of knowledge).
2.
Pustakawan,
untuk dapat mengelola 2
pilar utama lainnyua sudah sepantasnya seperti pemahaman diatas hendaklah
memiliki kompetensi yaitu pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill)
dan perilaku (attitude). Kompetensi berdasarkan
standard Organisasi Pustakwaan Khusus USA (Special Library Association, Juni 2003) setidaknya
memenuhi Kompetensi Personal, merupakan sikap, keterampilan dan etika
(nilai) yang dianut. & Kompetensi Profesional, meliputi
kemampuan :
a.
Mengelola
lembaga informasi,
b.
Mengelola
sumberdaya informasi,
c.
Mengelola
layanan informasi, dan
d.
Menerapkan
alat dan teknologi.
Terlebih pustakawan di era informasi sekarang ini Pustakawan harus
memiliki wawasan yang luas, karena pustakawan akan menjadi manajer pengetahuan
dan analis informasi, akan terlibat langsung secara integral dalam kegiatan
bisnis, pekerjaanya tidak hanya di perpustakaan (Jane E. Klobas).
3.
Pemakai, menyimak hukum dasar perpustakaan setidaknya pustakawan bisa berbuat
“ada
buku carikan pembacanya, ada pembaca carikan bukunya”. Untuk itulah
perlu menggarap pemakainya dengan bijak, dan ada baiknya mengenali jenis-jenis
pemakai terlebih dahulu. Ada 2 jenis pemakai, yaitu pemakai potensial
dan pemakai aktual.
a.
Pemakai
potensial, adalah orang atau lembaga yang seharusnya menggunakan jasa
perpustakaan. Untuk itu bisa dibedakan pemakai Target, yaitu pemakai dari
lembaga sendiri seperti pejabat, karyawan, staf dan lingkungan dalam, misalnya
Kantor Kejaksaan. Dan pemakai non Target, yaitu pemakai dari luar instansi
seperti mahasiswa hukum, masyarakat kejaksaan, pemerhati kejaksaaan dan lain
sebagainya (pada saatnya nanti bisa diharapkan sebagai calon-calon pemakai
potensial).
b.
Pemakai
aktual, yaitu orang atau lembaga yang telah menggunakan jasa perpustakaan. Yang
dapat digolongkan sebagai pemakai aktif, yaitu pemakai yang
dengan kesadaran sendiri menggunakan perpustakaan. Dan pemakai pasif, yaitu
pemakai yang menggunakan perpustakaan disebabkan karena unsur-unsur lain.
Misalnya karena tugas, karena memerlukan sesuatu dan lain sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar